Proyek pembangunan Bendung Gerak di atas
Sungai Bengawan Solo itu memiliki keindahan tersendiri. Walaupun
menonjolkan pesona alam objek sungai, tetapi Bendung Gerak yang dibangun
sejak 5 Mei 2009 lalu banyak menarik perhatian warga dari dalam dan
luar
Bojonegoro.
“Saya baru tahu ada bangunan megah di
atas Bengawan Solo,”
Pembangunan Bendung Gerak yang
dibangun sejak 5 Mei 2009 di Desa Padang, Kecamatan Trucuk, Kabupaten
Bojonegoro,
kini telah mencapai 95%. Bendungan itu akan dimanfaatkan untuk
persediaan air bagi pertanian dan industri di Bojonegoro dan sekitarnya.
“Setelah diresmikan nanti, kita akan
menjadikan Bendung Gerak menjadi salah satu tujuan wisata,” ujar Staf
Ahli Bupati Bojonegoro, Tedjo Sukmono.
Mantan Kepala Dinas Pengairan itu juga
sependapat dengan keindahan bangunan Bendung Gerak. Saat ini, para
pekerja masih terlihat masih merampungkan beberapa bagian bendungan
dengan luas sekitar 1.841.752 meter. Bendungan itu diperkirakan mampu
menampung persediaan air sebanyak 13 juta meter kubik dari daerah
tangkapan air seluas sekitar 12.467 kilometer.
Menurut Tedjo, bendungan itu akan
dimanfaatkan untuk persediaan air baku bagi irigasi pertanian di wilayah
Kecamatan Kalitidu, Trucuk, Purwosari, Padangan, Ngraho, hingga di
daerah Blora, Jawa Tengah.
Debit air yang ada di bendungan itu diperkirakan mencapai 5.850 liter
per detik. Jumlah itu untuk mencukupi kebutuhan irigasi pertanian di
wilayah Bojonegoro seluas 4.949 hektare dan di Blora seluas 665 hektare.
Bendung Gerak juga akan difungsikan
untuk menyimpan air pada saat musim hujan. Selanjutnya, simpanan air di
bendungan akan dimanfaatkan untuk persediaan air padasaat musim kemarau.
Selain itu, lokasi bendungan yang berada di dekat kawasan Agrowisata
Blimbing di Desa Ngringinrejo, Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro
itu nantinya juga akan dijadikan sebagai kawasan wisata. [oel/yud]
Warga di sekitar lokasi bendung gerak,
juga mulai memanfaatkan jembatan yang membentang di atas bendung gerak,
dengan berkendaraan bermotor roda dua dan sepeda kayuh, sejak sebulan
yang lalu. Baik yang datang dari arah Desa Padang, Kecamatan Trucuk,
yang berada di utara Bengawan Solo dengan tujuan berbagai keperluan.
Selain itu, juga warga yang berangkat
dari arah Desa Ngringinrejo, Kecamatan Kalitidu, yang berada di
selatannya, yang juga ditempati sebagai lokasi pondasi bendung yang
satunya. Di Desa Padang, Kecamatan Trucuk, juga pernah dirintis
pembangunan sebuah museum, setelah ada temuan perahu kuno asal Thailand
pada 2005.
Hanya sayangnya, rintisan pembangunan
museum perahu kuno yang sudah menelan dana sedikitnya Rp500 juta dari
APBD, tersendat. Bahkan, Disbudpar, sudah menghapus temuan perahu kuno
di perairan Bengawan Solo di desa setempat, yang diperkirakan buatan
tahun 1617 dari data temuan purbakala, akibat mengalami kerusakan yang
cukup parah.
Konsorsium PT Waskita Karya dan Adhi
Karya, kontraktor proyek bendung gerak Bengawan Solo di Bojonegoro,
Jatim, mengajukan tambahan waktu dua bulan untuk menyelesaikan proyek
yang sesuai kontrak rampung pada 21 Maret 2012
“Penghapusan perahu kuno dari data
temuan purbakala atas saran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jatim,
mengingat perawatannnya membutuhkan dana yang cukup besar,” kata Kepala
Bidang Pengembangan dan Pelestarian Budaya Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata (Disbudpar) Bojonegoro, Saptatik.
Berdasarkan data penelitian, sebagian
besar perahu kuno tersebut dibuat dari kayu jati (Tectona
grandis-Verbenaceae) dengan pasak dari kayu Jambu Jine (Flindersia sp-
Rutaceae). Kayu Jambu Jine hanya dijumpai di kawasan Timur Indonesia
sampai Australia.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
perahu tersebut tidak dibuat di Jawa, melainkan dibuat di Sulawesi
Tenggara, termasuk Muna yang memiliki tanaman kayu jati alam.
Perahu tersebut diperkirakan mengarungi
laut pada zaman Kerajaan Goa dan Mataram, lalu perahu itu sempat
menelusuri Bengawan Solo pada abad XXVII, sebelum akhirnya tenggelam di
perairan Bengawan Solo.
Penggunaan pasak dari kayu Jambu Jine
yang berkelas awet rendah diduga sebagai salah satu penyebab rusak dan
karamnya perahu tersebut.”Masih saja ada pengunjung dari berbagai daerah
yang datang untuk melihat perahu kuno yang sudah rusak,” tutur seorang
penjaga warung makanan di depan lokasi perahu kuno.
Aset Wisata Andalan
Terlepas dari perahu kuno, sebagaimana
diungkapkan Staf Ahli Pembangunan Pemkab Bojonegoro, Tedjo Sukmono
lokasi bendung gerak setempat, akan menjadi salah satu aset andalan
wisata Bojonegoro. Namun, pemanfaatan bendung gerak sebagai obyek wisata
masih menunggu rampungnya pembangunan bendung gerak.
Berdasarkan data, bendung gerak tersebut
dibangun sejak 5 Mei 2009, memiliki bentangan 1.841,752 meter. Bendung
tersebut mampu menampung air sebanyak 13 juta meter kubik dari daerah
tangkapan air seluas 12,467 km2. Manfaat bendung, antara lain mampu
mencukupi kebutuhan air irigasi pertanian dengan debit 5.850 liter/detik
di Kabupaten Blora, Jateng, seluas 665 hektare dan 4.949 hektare di
Bojonegoro, Jatim.
Diperkirakan, pembangunan bendung gerak
satu-satunya di perairan Bengawan Solo di wilayah Bojonegoro itu,
rampung, pada Mei.
“Tapi, pemkab melalui Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata, sudah menyusun “masterplan”, konsep pengembangan obyek
wisata bendung gerak,” katanya, memaparkan.
Sebagaimana diungkapkan Tedjo,
pengembangan bendung gerak sebagai obyek wisata akan memanfaatkan lokasi
urukan sungai lama yang luasnya mencapai 30 hektare. Di lokasi
tersebut, akan dikembangkan sebagai lokasi wisata “out bond”, kamping,
juga sebagai wisata air, termasuk sebagai lokasi memancing.
Hanya saja, lanjutnya, lokasi tanah
urukan tersebut, dilarang ditanami dengan tanaman keras, sebab bisa
menganggu kondisi lingkungan bendung.
Ia mengaku, belum bisa menjelaskan,
berapa dana yang dibutuhkan, untuk mengembangkan lokasi bendung gerak,
menjadi sebuah obyek wisata yang representatif.
“Yang jelas, setelah pembangunan bendung
gerak rampung, pengembangan obyek wisata bisa dilakukan,” ucapnya,
menegaskan.
Bagi pengunjung yang menyukai tantangan,
bisa mencoba menyusuri Bengawan Solo, dengan mengambil rute dari lokasi
bendung gerak hingga di Taman Bengawan Solo (TBS) di Kota Bojonegoro.
Dalam hal ini, Bupati Bojonegoro Suyoto, pernah secara langsung mencoba
menyusuri Bengawan Solo dengan perahu karet.
Dengan sejumlah tamunya, di antaranya
anggota DPR
RI, Tantowi Yahya, yang juga artis itu, dengan sejumlah Mahasiswa
Masashusettes Institut
Teknologi
(MIT) Boston, Amerika Serikat, menyusuri Bengawan Solo dengan
memanfaatkan perahu karet.
Penyusuran Bengawan Solo dengan
perahu, dengan jarak sekitar 20 kilometer, membutuhkan waktu sekitar 1
jam. Sebelum itu, rombongan mampir menikmati buah belimbing lengkap
dengan sirup belimbing, di kebun belimbing milik warga di Desa
Ngringinrejo.
“Kami juga mengundang Direktur ANTARA
untuk datang menikmati wisata alam di bendung gerak, termasuk menyusuri
Bengawan Solo, dengan perahu,” jelas Suyoto.
Dimintai tanggapannya, Ketua Komisi B
DPRD Bojonegoro, Chisbullah Huda, sangat mendukung pengembangan Bendung
Gerak Bengawan Solo, sebagai obyek wisata. Pertimbangannya, selama ini
warga Bojonegoro masih harus keluar kota, seperti ke Lamongan, Tuban,
Malang, untuk rekreasi.
“Kami akan mendukung pemanfaatan APBD
dalam mengembangkan semua obyek wisata di Bojonegoro, sepanjang ada
‘masterplan”,” katanya, menjelaskan.(*)
Source:
http://blokbojonegoro.com/read/module/20120112/bendung-gerak-wisata-alternatif-bojonegoro.htm